8 November 2010

REAKSI ANAK KRAKATAU
Agun Awan, S.Pd. (Jl.Bandar Ngalim Gg.II/1-A, Bandar Kidul, kediri, Indonesia)

Gempa  5,1 skala richter terjdi di Ujung Kulon di kedalaman 10 kilometer. Apakah gempa ini mempengarhui aktivitas Gunung Anak Krakatau yang berada di Selat Sunda?




"Nanti akan terlihat sekitar satu sampai dua hari. Posisi Ujung Kulon berada sekitar 150 kilometer," kata Kepala Sub Bidang Pengamatan Gunung Api Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi Kementerian ESDM, Agus Budianto, kepada VIVAnews.com, Kamis 4 November 2010.

Menurut Agus, saat ini memang aktivitas Anak Krakatau sedang tinggi-tingginya.  "Aktivitas Anak Krakatau ini sedang naik terus. Ada atau tidak ada gempa tektonik, aktivitasnya terus naik," kata dia.


Peningkatan aktivitas itu terlihat dari jumlah kegempaan sebanyak 200 kali untuk hari ini. Jumlah kegempaan itu menandakan jumlah letusan yang terjadi. Menurut Agus, sudah tiga minggu ini Anak Krakatau sedang erupsi atau meletus, mengeluarkan magma ke permukaan. Sebagian material yang dikeluarkan juga berupa letusan abu.


Karakteristik meletusnya gunung berapi atau erupsi itu ada dua kategori. Erupsi eksplosif yang berupa ledakan dan efusif yang hanya berupa lelehan lava. Sebagai gambaran, kondisi yang terjadi di Gunung Merapi merupakan erupsi eksplosif, sedangkan Anak Krakatau termasuk kategori erupsi efusif kombinasi eksplosif.

"Jika magma keluar dengan cepat dan kuat itu sifatnya eksplosif atau meletus. Kalau lambat, itu namanya erupsi efusif," jelas Agus. "Tinggi kolom letusan tertinggi di Krakatau saat ini pernah mencapai 1.500 meter."


Meski begitu, Agus menekankan bahwa kondisi Anak Krakatau masih stabil. "Selain letusan abu memang juga ada lava pijar. Tidak ada guguran lava. Ada sekitar 200 gempa letusan. Volumenya masih kecil," ujar dia.

Kendati demikian, saat ini belum bisa diketahui apakah gempa yang terjadi sekitar pukul 15.59 WIB itu, meningkatkan aktivitas Anak Krakatau atau tidak. "Bila jumlah letusannya meningkat drastis, maka gempa Ujung Kulon mempengaruhi Krakatau," ujar Agus.


Aktivitas yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau yang terletak di Perairan Selat Sunda tidak akan menyebabkan tsunami. Aktivitas itu hanya berupa erupsi strombolin. Status waspada yang dikenakan pada Gunung Anak Krakatau hanya untuk mengingatkan warga dan para wisatawan agar tidak mendekat ke gunung tersebut pada radius dua kilometer.


Kepala Sub Bidang Pengamatan Gunung Api, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi, Agus Budianto, kepada SP, Selasa (2/11) menjelaskan, peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau merupakan hal yang rutin terjadi seperti yang pernah terjadi pada tahun 2007 dan 2009.

“Gunung Anak Krakatau merupakan gunung berusia muda. Peningkatan aktivitas dari normal ke waspada merupakan hal yang rutin terjadi. Warga tidak perlu merasa khawatir dan resah dengan peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau karena tidak akan menyebabkan tsunami atau letusan lebih besar,” ujar Agus.


Menurut Agus, erupsi strombolin yang terjadi pada Gunung Anak Krakatau saat ini hanya berupa lontaran batu pijar seperti kembang api. Erupsi strombolin, katanya, hanya berupa letusan lebih lemah dan menyemburkan asap dan abu dengan tingkat penghancuran kecil, dan asap letusan mencapai ketinggian maksimal 12 km.

“Jangan samakan Gunung Anak Krakatau dengan gunung berapi lainnya. Karena masing-masing gunung berapi memiliki kharakternya tersendiri. Hal yang sama juga dengan Gunung Anak Krakatau, semburan lava pijar itu merupakan kharakter khasnya,” kata Agus.

Agus mengimbau agar para wartawan yang ingin mengabadikan aktivitas Gunung Anak Krakatau tidak mendekati gunung tersebut. “Kalau mengambil gambar dari jarak jauh pun hasilnya lumayan bagus. Kami juga meminta para nelayan agar tidak mendekat ke Gunung Anak Krakatau,” ujarnya.


Secara terpisah, Kepala Pos Pemantau Gunung Anak Krakatau di Pasauran, Kecamatan Cinangka, Kabupaten Serang, Anton S Priambudi, mengatakan, gempa vulkanik dalam dan gempa vulkanik dangkal yang terjadi pada Anak Krakatau memang mengalami peningkatan.

“Sejauh ini statusnya tetap waspada atau level III. Warga tidak perlu merasa khawatir dengan aktivitas Gunung Anak Krakatau tersebut. Aktivitas seperti ini pernah terjadi pada tahun 2007 lalu,” ujarnya. 


  Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda tengah menjalani fase erupsi. ”Itu dimulai sejak minggu lalu,” kata Kepala Seksi Pengamatan Gunung Api Wilayah Barat, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Agus Budianto, saat dihubungi Tempo.
Kendati demikian, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi masih mempertahankan status gunung api itu di level waspada. “Statusnya tetap waspada karena tidak mengancam siapapun juga, kecuali kalau kita sengaja mendekati,” kata Agus.


Sejak sepekan lalu, gunung itu memasuki fase erupsi eksplosif, yakni keluarnya magma dari kawah dengan disertai peristiwa ledakan dan letusan. ”Hujan abu ada, letusan juga ada, tapi tidak ada guguran awan panas,” kata Agus.

Kemarin letusan yang terjadi di gunung itu tercatat setiap 5 menit sekali. Total hari itu menembus 500 letusan dalam sehari. Jumlah letusannya hari ini mulai berkurang, kendati sudah tembus 200 letusan. Agus sempat menyambangi gunung itu pagi ini.


Hujan abu juga sempat dilaporkan pengamat gunung itu di Pantai Carita. Arah hujan abu gunung itu bergantung arah angin bertiup. Hujan abu ini disebutnya peristiwa yang wajar karena aktivitas gunung itu yang meningkat.


PMBG menetapkan status Gunung Anak Krakatau masih dalam posisi waspada kendati sudah memasuki fase erupsi. Letusan gunung itu dianggap berbahaya untuk radius 2 kilometer, sementara posisi permukiman warga terdekat lebih dari 45 kilometer dari gunung itu. 

Buatmu : Inung, Sukma & Savana.

Tidak ada komentar: