22 November 2010

STRUKTUR KERUANGAN DESA KOTA

 Agun Awan, S.Pd. (Jl.Bandar Ngalim Gg.II/1-A, Bandar Kidul, Mojoroto, Kediri, Indonesia)

Di Indonesia, penggunaan sumber daya pertanahan dapat digambarkan secara lebih luas dalam beberapa tahap.
1. Penggunaan tanah dimulai dengan perladangan berpindah, saat di mana ada sejumlah tanah yang bebas  
    dimiliki.
2. Penduduk bertambah dan perladangan berpindah tidak mudah lagi dilaksanakan karena tanah bebas yang
    bisa digunakan menjadi semakin sedikit sehingga pertanian menetap sudah mulai dikembangkan.
3. Berkembangnya pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian yang berakibat pada penggarapan 
    lahan sehingga penggarapan lahan diperlakukan secara ekstensif dan intensif.
4. Daerah-daerah perbukitan dan pesisir diubah menjadi daerah pertanian.
5. Keseluruhan lingkungan alami akan berubah sebagai akibat dari kegiatan manusia yang dianggap perlu 
    untuk kemajuan manusia.
Bersamaan dengan berjalannya waktu, pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya keperluan pada sumber daya lahan. Pada saat keinginan masyarakat melampui sumber daya atau daya dukung lingkungan dan teknologi yang tersedia dalam periode tertentu, kekurangan sumber daya alam akan muncul. Sumber daya digunakan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia akan pemenuhan hidupnya. Sejalan dengan kondisi tersebut, ketersediaan sumber daya alam sangat penting untuk pembangunan masa depan yang bernuansa pembangunan berkelanjutan. 

1. Struktur Keruangan Desa

Menurut Bintarto, desa adalah hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Perpaduan tersebut tertuang dalam ketampakannya di permukaan Bumi yang tidak lain bersumber dari komponen-komponen fisiogafi, sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang saling berinteraksi. Ketampakan fisik dari sebuah desa ditandai dengan pemukiman yang tidak begitu padat, sarana transportasi yang langka, penggunaan tanah yang lebih didominasi oleh lahan pertanian dan perkebunan. Ketampakan sosial-budaya dicirikan dengan ikatan tali kekeluargaan yang begitu erat di mana paguyuban (gemeinchaft) dengan perilaku gotong royong masyarakat masih begitu dominan.
Karakteristik kawasan permukiman penduduk di pedesaan ditandai terutama oleh ketidakteraturan dalam bentuk fisik rumah. Pola permukiman sebuah perkampungan penduduk di pedesaan dapat diidentifikasi dari situs yang berada di dekatnya, misalnya sungai. Selain itu, pola permukiman juga bisa mengindikasikan pola mata pencarian penduduknya.

a. Pola Perkampungan Linear atau Memanjang

Pola permukimannya cenderung berkelompok membentuk perkampungan yang letaknya tidak jauh dari sumber air, biasanya sungai. Pola permukiman pedesaan yang masih sangat tradisional banyak mengikuti pola bentuk sungai, karena saat itu sungai di samping sebagai sumber kehidupan sehari-hari, juga berfungsi sebagai jalur transportasi antarwilayah. Melalui jalur transportasi sungai, perekonomian sederhana saat itu telah berlangsung. Kondisi seperti ini banyak ditemui di wilayah-wilayah kerajaan Jawa (contoh masa Majapahit) dan Sumatra (masa Sriwijaya) dan juga masih berkembang hingga kini di wilayah pedesaan pedalaman, seperti di pedalaman Siberut, Kalimantan, dan Papua. Saat ini pola pemukiman wilayah pedesaan, khususnya di Pulau Jawa dan Sumatra, sedikit banyak telah dipengaruhi oleh keberadaan jalan. Sehingga penempatan rumahnya pun akan mengikuti arah jalan. Biasanya, pola pemukiman ini banyak tersebar pada wilayah yang memiliki topografi datar. Sejalan dengan itu, posisi bangunan rumah pedesaan menghadap ke arah yang tidak teratur. Menurut kondisi fisik bangunan, rumah di pedesaan banyak dibangun secara tidak permanen, terbuat dari bahan yang tidak sepenuhnya terbuat dari tembok.

b. Pola Perkampungan Memusat

Pola perkampungan memusat dapat dengan mudah Anda temui pada wilayah-wilayah dataran tinggi atau perkampungan yang dibentuk karena aturan adat. Penduduk yang mendiami perkampungan ini pun relatif tidak begitu banyak dan biasanya dihuni secara turun temurun oleh beberapa generasi.

c. Pola Perkampungan Desa Kota

Perumahan di tepi kota dan permukiman dekat dengan kota membentuk pola yang spesifik di wilayah desa kota. Pada saat pengaruh perumahan kota menjangkau wilayah ini, pola pemukiman cenderung lebih teratur dari pola sebelumnya. Hal ini sangatlah jelas, sebagai akibat intervensi para developer perumahan yang berada di tepi wilayah ini. Para pengembang perumahan telah mengantisipasi perkembangan kota, sehingga tidaklah mustahil muncul para calo tanah di wilayah desa kota ini.

2. Struktur Keruangan Kota

Kota didefinisikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang memiliki ciri sosial, seperti jumlah penduduk tinggi dan strata sosial-ekonomi yang heterogen dengan corak yang materialistis. Berbeda dengan desa, kota memiliki kondisi fisik yang relatif lebih modern, seperti kondisi sarana dan prasarana jaringan transportasi yang kompleks, sektor pelayanan dan industri yang lebih dominan. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 1980 menyebutkan pengertian kota ke dalam dua kategori, yaitu kota sebagai suatu wadah yang memiliki batasan administratif sebagaimana diatur dalam perundangundangan dan kota sebagai suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang mempunyai ciri nonagraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan, serta berfungsi sebagai pertumbuhan dan permukiman.

Apabila kita cermati dari pengertian kota tersebut, dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa kota adalah sebuah pusat kegiatan manusia di luar kegiatan pertanian. Misalnya, industri, pelayanan dan jasa, perdagangan, hiburan, dan rekreasi. Lengkapnya berbagai fasilitas penunjang tersebut membuat kota sebagai pusat perhatian dan dalam aktifitasnya sehari-hari kota terlihat sangat sibuk.

Suatu daerah kota biasanya berasal dari sebuah desa yang berkembang. Jumlah penduduk yang meningkat di perkotaan kebanyakan dimungkinkan karena dukungan berbagai faktor yang lebih menguntungkan untuk hidup. Perubahan pola ini, diikuti juga oleh perubahan keruangan terutama penggunaan tanah. Contohnya, daerah yang dibangun secara bertahap telah menggantikan penggunaan tanah pertanian. Pembatasan pengertian kota di Indonesia umumnya didasari bahwa kota secara alamiah merupakan sebuah desa yang berkembang. Tidaklah mustahil apabila Kota Jakarta pada 1960–1970-an sering dikenal sebagai the big village. Kenyataan ini dipacu oleh ketampakan fisik yang nyata, karena kondisi Kota Jakarta saat itu menunjukkan lingkungan yang kumuh.

Kekumuhan Kota Jakarta pada saat itu muncul karena merupakan daerah peralihan kota menuju ke arah modernisasi yang kemudian diikuti dengan tingkat urbanisasi yang sangat tinggi. Sementara itu, kesiapan pemerintah Kota Jakarta dalam penyediaan sarana dan prasarana kota untuk menghadapi kaum migran masih sangat terbatas. Kekumuhan tersebut saat ini pun masih terus berlangsung tetapi sudah bergeser ke daerah pinggiran.

Perubahan keruangan dari desa menjadi kota ternyata menjadikan sebuah fenomena menarik. Hal ini sangat jelas terlihat di negara berkembang dengan munculnya daerah pusat perdagangan atau Central Business District (CBD). Contoh, di negara kita CBD berpenduduk sangat padat bahkan di beberapa wilayah terkesan sangat padat. Pemukiman penduduk di CBD Kota Jakarta telah berlangsung sejak 1940-an. Abeyasekere (dalam Koestoer) mengambarkan perjalanan Kota Jakarta secara historis. Menurutnya, proses imigrasi telah menyebabkan Kota Jakarta berkembang. Kondisi ini tentunya sangat berbeda dengan CBD di negara maju yang umumnya berpenduduk sedikit.

a. Tipologi Kota

Istilah kota biasanya didasarkan atas jumlah penduduk dan fungsi wilayahnya. Jumlah penduduk merupakan indikator yang sangat mudah diukur dan memudahkan dalam pengklasifikasian. Berdasarkan atas jumlah penduduk, kota digolongan ke dalam beberapa kelas, misalnya yang penduduknya berjumlah antara 20.000–50.000 disebut kota kecil (town), yang penduduknya berjumlah 50.000–100.000 disebut kota (city), dan yang penduduknya berjumlah lebih dari 100.000 disebut metropolitan (metropolis). Indikator lain yang banyak digunakan di bidang ekonomi adalah fungsi dominasi. Dalam hal ini, kota-kota digolongkan berdasarkan besarnya perdagangan, industri, dan sebagainya.

b. Konsep Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Kota

Pembangunan adalah suatu proses yang dinamis. Di dalam suatu pernyataan The World Commission on Environment and Development (1987) merumuskan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan saat sekarang dengan mem perhitungkan kemampuan generasi-generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.

Jadi, pembangunan berkelanjutan adalah suatu konsep pembangunan yang memper timbangkan sumber daya langka untuk generasi-generasi masa depan. Konsep pembangunan seperti ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dengan menggunakan pengelolan sumber daya dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, konsep pembangunan berkelanjutan tidak hanya mengacu pada pemenuhan kebutuhan manusia semata, tetapi menitikberatkan pada perlindungan akan kelangkaan sumber daya dan lingkungan keruangan. Singkatnya, konsep pem bangunan ber kelanjutan mengizinkan manusia untuk mencapai tingkat pemanfaatan sumber daya yang optimal dan sekaligus juga memelihara lingkungan untuk generasi mendatang.
Karakteristik sosial-ekonomi dari keruangan kota adalah struktur mata pencarian penduduknya. Di beberapa kota, masih ada beberapa daerah yang masih memiliki jenis pekerjaan desa karena terdapat sejumlah rumah tangga yang masih memiliki kesibukan dalam dunia pertanian. Perbedaan rasio antara kedua kelompok tersebut akan berpengaruh pada struktur pekerjaan. Bersamaan dengan itu pula mengalirlah arus urbanisasi ke kota yang tak dapat ditahan.

Dalam pengembangan wilayah, sarana transportasi merupakan faktor yang ikut mendongkrak laju pembangunan. Kemajuan sarana transportasi berdampak tidak hanya bagi perkotaan tetapi pengaruh yang lebih besar justru berada di pedesaan. Manfaat yang paling terasa dengan kemajuan sarana transportasi di pedesaan adalah kemudahan dalam pendistribusian hasil pertanian. Dengan demikian, secara langsung kemajuan sarana transportasi mempercepat pembangunan pertanian. Tanpa fasilitas transportasi, hampir tidak mungkin pengembangan pertanian ekonomi bisa terdorong. Begitu pula di daerah perkotaan, akses yang baik dalam transportasi perkotaan akan mendorong pembangunan dan pengembangan industri dan jasa. Hal inilah yang berpengaruh langsung terhadap pengembangan ekonomi secara umum.

Santos pada awalnya merumuskan generasi kota berdasarkan empat periode dalam sejarah, yaitu sebagai berikut.
a. Periode sebelum perdagangan dunia (sebelum abad ke-16).
b. Periode perdagangan dunia (sejak abad ke-16).
c. Masa revolusi industri dan pengangkutan (sejak tahun 1850).
d. Perode masa kini (setelah tahun 1945).
Generasi suatu kota ditentukan oleh salah satu periode tersebut di mana kota itu dibentuk.

3. Teori Struktur Kota

Para ahli dapat mengadakan klasifikasi kota menurut masa pembentukkannya dalam sejarah dan berbagai fase-fase yang telah dilalui selama pertumbuhannya. Masa dalam sejarah ketika kota terbentuk akan memberi pengaruh terhadap struktur fisik dan sosial kota tersebut nantinya. Kemudian, fase-fase yang dilaluinya menyebabkan munculnya bentuk-bentuk khusus, di antaranya fungsi-fungsinya, jaringan komunikasi dan kegiatan perencanaan. Berdasarkan hal inilah diadakan penggolongan kota.

a. Teori Dasar Analisis Regional

Tori dasar analisis regional didasarkan atas pendekatan lokasi. Pola penyebaran penggunaan lahan perkotaan banyak dipengaruhi oleh faktorfaktor pembentuk kota yang memungkinkan. Salim menyebutkan bahwa dalam mengungkapkan pola pembangunan kota terdapat lima faktor yang berperan, yaitu penduduk, pertumbuhan industri, jasa, pendapatan dan simpul-simpul aksesibilitas terhadap aktivitas ekonomi kota. Pada dasarnya kelima komponen ini merupakan komponen sosial-ekonomi. Kota dapat ditinjau sebagai pola ruang terhadap aspek kesempatan aktivitas sosial dan ekonomi. Pengukuran kesempatan akses diturunkan melalui teori dasar gaya tarik menarik (gravitasi) dalam hukum fisika. Rumusan konsep tersebut diformulasikan menjadi :
Modifikasi dari teori tarik menarik ini dilakukan terutama untuk memberikan gambaran kondisi sosial terutama aspek kependudukan. Nilai potensi kesempatan aksesibilitas lokasi terhadap aspek yang ditinjau dapat diformulasikan menjadi :
Secara mudah, hipotesisnya dapat digambarkan seperti pada Gambar 4.23 berikut.
Keterangan:
Fase I : daya tarik pekerjaan pada mulanya terjadi di pusat kota utama (lama). Ini menarik penduduk dari daerah belakang (pedesaan) pindah ke daerah pusat (inti) kota.
Fase II : pergeseran kesempatan kerja dan pemusatan penduduk ke daerah tengah kota. Pada saat yang sama, migrasi desa ke kota semakin nyata.
Fase III : pergeseran semakin nyata ke arah pinggiran kota. Profil hierarki terhadap pola kota inti, tengah, dan pinggiran merupakan salah satu bentuk ideal yang digambarkan dalam penjabaran nilai akses. Lokasi tengah dan tepi kota dianggap sangat cocok untuk menunjukkan profil lokasi desa-kota.

b. Teori Konsentris

Teori konsentris dikemukakan oleh Ernest W. Burgess. Menurut Burgess, di kota Chicago terdapat lima buah lingkaran yang konsentris. Lingkaran-lingkaran tersebut adalah sebagai berikut.
1) Daerah pusat perdagangan, terletak di pusat kota di mana ada pertokoan, perkantoran, perhotelan, bioskop, dan gedung-gedung bertingkat.
2) Lingkaran transisi yang melingkari daerah pusat perdagangan. Di sini terdapat slum atau tempat tinggal golongan migran, kelompokkelompok minoritas. Lingkungannya tidak sehat dan terjadi banyak kejahatan. Keadaan yang buruk dalam lingkaran transisi ini tidak disebabkan oleh penghuninya, melainkan oleh invasi dari daerah pusat perdagangan.
3) Lingkaran perumahan kaum buruh adalah lingkaran konsentris yang ketiga. Di sinilah merupakan daerah pemukiman bagi penduduk yang kurang mampu yang kebanyakan pindah dari lingkaran transisi.
4) Lingkaran perumahan yang lebih baik, di luar daerah pemukiman kaum buruh. Ini terdiri atas rumah-rumah yang agak lebih baik untuk golongan menengah seperti pegawai, pengusaha, dan seterusnya. Tingkat kehidupan di sini lebih tinggi dibandingkan daerah perumahan kaum buruh.
Di sini juga terdapat pusat pertokoan, gedung-gedung bioskop, dan seterusnya dan juga makin banyak gedung perumahan rumah susun (flat).
5) Lingkaran perumahan mereka yang pulang pergi bekerja di kota (commuter). Daerah ini merupakan wilayah lingkaran yang paling luar dan memiliki dua sifat. Bagian dalam berbatasan dengan daerah orang-orang yang perumahannya lebih baik sedangkan bagian luar tidak tertentu bentuknya. Ada kota-kota kecil yang hanya untuk tidur, ada kota-kota satelit, dan juga desa-desa kecil.
Pada awalnya Burgess menganggap bahwa teori ini bisa berlaku untuk semua kota. Kemudian, Burgess berpendapat teori ini hanya bisa diterapkan di kota-kota modern di Amerika, walaupun terbuka kemungkinan untuk bisa diterapkan di kota lain. Hal yang sejak awal menjadi perhatian dalam pengembangan teorinya adalah faktor topografi dan jalan-jalan transportasi sehingga dianggap merupakan dua faktor yang mengganggu pola kota ideal ini. Contohnya, Kota Chicago terletak di pantai danau Michigan sehingga polanya terbelah dua. Teori Burgess mendapat respon dari para ahli tata ruang kota di antaranya Homer Hoyt dan Harris and Ullman.

c. Teori Sektor

Teori sektor oleh Hommer Hoyt menyatakan bahwa struktur kota bukan merupakan lingkaran-lingkaran konsentris, melainkan berupa sektor-sektor terpisah dari dalam ke luar. Hoyt bertitik tolak dari anggapan bahwa industri mengambil peranan yang lebih penting dan cenderung meluas di sepanjang jalan keluar dari pusat.

d. Teori Inti Ganda

Teori inti ganda dikemukakan oleh Harris and Ullman yang menegaskan bahwa sesunguhnya kota seringkali mempunyai beberapa inti dan sering pula terletak di dekat pusat-pusat kegiatan lain. Pengembangan dari ketiga teori tersebut menghasilkan keterpaduan pola ruang Kota Chicago. Berry and Rees telah menyusun sebuah pola ruang mengenai kota metropolitan Chicago yang terpadu dan menunjukkan penerapan dari ketiga teori yang telah disebutkan.
Dalam pola ruang yang terpadu ini A menunjukkan status sosial ekonomi, B keadaan mengenai urbanisasi, C mengenai komposisi etnik, F mengenai perkembangan geografi, H mengenai lokasi Industri. Dalam A dan C terlihat penerapan teori sektor, dalam B terlihat penerapan teori lingkaran konsentris, dan dalam H terdapat penerapan teori inti ganda. 

Buatmu : Inung, Sukma & Savana.
.

Tidak ada komentar: